Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Injil dalam Minggu Prapaskah V Liturgi Tahun B ini mengisahkan orang-orang bukan Yahudi menyatakan kepada Filipus keinginan bertemu dengan Yesus, “Tuan, kami ingin bertemu Yesus”.
Pada zaman itu belum ada televisi, handphone, dan media sosial seperti Facebook, Whatsapp, Instagram, Tiktok, dan sebagainya, juga belum ada listrik, penerangan masih menggunakan lilin, pelita, atau obor – namun nama Yesus dari Nazareth sudah menjadi pembicaraan banyak orang dari berbagai wilayah, bahkan antarbangsa, oleh karena karya-karya mukjizat-Nya dan juga sabda spiritual-Nya yang menjadi kerinduan banyak orang yang mendambakan Mesias, Sang Penyelamat. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak orang ingin bertemu dengan Yesus, bahkan orang-orang bukan Yahudi pun ingin bertemu dengan-Nya. Dia memang menjadi tokoh yang sangat luar biasa.
Kitab Yeremia pada bacaan pertama menubuatkan bahwa Dia adalah Yang Membuat Perjanjian Baru yang akan mengampuni orang yang mau bertemu dan mengenal-Nya secara mendalam. Refren Mazmur Tanggapan “Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku, ya Allah” menjadi dasar bertemu dengan Yesus. Orang yang murni hatinya akan mampu bertemu secara interpersonal dengan Yesus.
Pertemuan interpersonal dengan Yesus mengubah hati dan perilaku seseorang. Orang yang telah mengalami pertemuan interpersonal dengan Yesus mampu melakukan discernment atas kebutuhan spiritual dan kebutuhan fana dan duniawi. Banyak orang lupa bahwa hal-hal di dunia ini, baik tahta – jabatan maupun harta benda duniawi, tidak langgeng. Orang yang telah mengalami pertemuan interpersonal dengan Yesus akan dimampukan untuk bertanya pada diri sendiri, “Apa yang kita kejar dalam hidup di dunia ini?”.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Ketika mendengar penyampaian Filipus dan Andreas bahwa orang-orang bukan Yahudi ingin bertemu, Yesus menyampaikan hal yang tidak terduga, “Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja. Tetapi jika mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Siapa saja yang mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya”.
Penyampaian itu bernas karena merupakan tantangan penanggalan egoisme manusia dan surat kepada Jemaat Ibrani pada bacaan kedua pun menegaskan bahwa Yesuslah penyebab keselamatan kekal karena ketaatan-Nya melalui penderitaan berkorban diri sebagaimana yang telah Yesus sampaikan kepada Filipus dan Andreas, bukan mengorbankan orang-orang lain demi kepentingan diri sendiri yang dibuat seolah demi banyak orang.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Sepekan lagi kita sudah akan memasuki Pekan Suci. Kita perlu belajar rendah hati dari Yesus, Allah Mahakuasa yang rela menjadi manusia bahkan menderita sampai wafat di kayu salib. Ada berbagai kesombongan/arogansi manusia: kesombongan intelektual, kesombongan kekuasaan/jabatan, kesombongan etnis/ras, kesombongan fisik (wajah yang elok dan tubuh yang sempurna), kesombongan rohani, dan lainnya. Mari bebaskan jiwa kita dari belenggu kesombongan diri dan selalu meluangkan waktu dari kesibukan duniawi kita untuk masuk dalam keheningan bertemu secara interpersonal dengan Tuhan, mempersiapkan diri menghayati Pekan Suci menyambut Hari Raya Paskah dengan sukacita di relung hati terdalam kita.
Marilah kita berdoa:
Ya, Allah, Engkau selalu membuka hati bagi setiap jiwa yang ingin datang kepada-Mu dan mengharap belas kasih dan pengampunan-Mu. Ampunilah egoisme, kesombongan, dan keangkuhan kami agar kami memiliki hati yang murni untuk menjadi saluran berkat buat sesama kami. Bebaskanlah kami dari belenggu kemunafikan yang membuat orang lain berbeban dan tidak merdeka. Sentuhlah hati kami senantiasa agar kami sanggup tersenyum tulus dan membuat orang lain bisa bahagia. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
123 Yosaphat Sadsunu Bodro (Kepala Subdit Kelembagaan Ditjen Bimas Katolik Kemenag)
No comments:
Post a Comment