Tangsel(BANTEN).BM- Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Amien Suyitno, mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN) untuk menolak politik identitas. Ajakan ini disampaikan Suyitno saat membuka Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama di Gedung Pusdiklat Kemenag, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.
“Dalam pelatihan kolaboratif pertama kali antara Kemenag dengan TNI dan Polri untuk Angkatan I, II, III, dan IV ini, saya ingin menyampaikan pesan GusMen tentang perlunya menolak politik identitas,” ujarnya.
Politik identitas harus ditolak, kata Kaban, karena sangat berbahaya bagi harmoni dan kerukunan masyarakat Indonesia. Meski demikian, ia menegaskan bahwa identitas itu penting. Sebab, setiap orang tentu memiliki identitasnya masing-masing, baik jabatan, pekerjaan, kelompok gender, maupun agama dan suku bangsa.
“Mengapa kita harus menolak politik identitas? Kalau terkait pentingnya identitas, memang iya. Lalu, apanya yang kita tolak? Yaitu politik identitas yang digunakan untuk kepentingan politik,” tegasnya.
Menurut Suyitno, identitas yang melekat, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tentu tidak bisa ditolak. Sebab, semua itu merupakan bawaan lahir. Akan tetapi, jika itu digunakan untuk kepentingan politik, maka tidak ada perdebatan untuk menolaknya.
“Sebab, itu berbahaya. Apalagi politik identitas dengan nomenklatur agama itu lebih berbahaya lagi. Karena kita punya pengalaman bahwa hal itu bisa menjadikan disharmoni antarkeluarga,” sambung Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.
Kaban menambahkan bahwa disharmoni antarkeluarga masih bisa ditemui di masyarakat kita akibat perbedaan pilihan politik pada Pilpres 2019. “Mereka belum move on. Ini nyata dan ini harus kita cegah,” tandasnya.
Penggerak MB
Dalam konteks ini, Kepala Balitbang dan Diklat Kementerian Agama menilai diklat penggerak penguatan Moderasi Beragama menjadi sangat penting. Karena tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, maka penguatan MB harus menyasar seluruh kementerian/lembaga (K/L), termasuk TNI dan Polri.
“Itulah mengapa kita perlu secara bersama-sama duduk bareng terkait dengan penguatan Moderasi Beragama,” kata Kaban di hadapan 120 peserta pelatihan terdiri dari perwakilan Kemenag, TNI, dan Polri.
Suyitno mengatakan, internalisasi MB tidak cukup hanya melalui pendekatan agama. Sebab, ekstemisme itu tidak berhadapan hanya dengan persoalan teologi semata. “Di dalamya ada persoalan terkait agama, sosiologi, bahkan, mungkin bisa terintegrasi beberapa persoalan, seperti ketimpangan. Oleh karena itu, pendekatannya tidak bisa tunggal,” ujarnya.
Sutyitno berharap para peserta serius dan disiplin dalam mengikuti pelatihan ini. Pelatihan Penggerak Penguatan Moderasi Beragama diikuti 120 peserta, terdiri atas 30 unsur TNI, 30 unsur Polri, dan 60 orang dari unsur Kemenag. Perwakilan Kemenag berasal dari Kanwil Kemenag DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, dan sejumlah Kantor Kemenag kabupaten/kota sekitar.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan, antara lain: Prof Amien Suyitno (Kepala Balitbang dan Diklat Kemenag), Alissa Wahid (Pokja Moderasi Beragama), dan Lukman Hakim Saifuddin (Menag 2014-2019). (Ova)
Baca Juga
#Gan | Rel
No comments:
Post a Comment