Breaking

"BAHAYA MASIH MENGANCAM"
"JANGAN KENDOR! TETAP JALANKAN PROTOKOL KESEHATAN"

Thursday, October 27, 2016

Pungli dan Tarif Liar di Pelabuhan Priok Harus Dibasmi

JAKARTA,BM--- Sekjen Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (BPP GINSI) Achmad Ridwan Tento mendesak Kementerian Perhubungan turun tangan tangani tarif liar cargo impor berstatus less than container load (LCL) di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Ridwan mendesak formulasi, komponen dan tarif layanan kargo impor harus dievaluasi hingga tercapai kesepakatan tarif baru antar penyedia dan pengguna jasa guna menghilangkan praktik kutipan liar di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.

“Sesuai perintah Presiden Jokowi, pungutan liar (pungli) harus diberangus. Nah ini kesempatan untuk menertibkan praktek kutipan liar yang tidak memiliki dasar hukumnya di Pelabuhan Priok,” ujar Ridwan.

Menurutnya, instansi terkait sulit mengawasi praktik yang masuk kategori pungutan liar (pungli) dalam layanan impor tersebut sebab tidak memilik acuan tariff, kalaupun ada jasa soal layanan impor LCL itu sudah kedaluarsa sejak 2010 namun tarif liar pada layanan kargo impor tersebut masih saja berlangsung sampai sekarang.

Akibat praktek pungli tersebut, kata Ridwan, yang paling dirugikan atas kondisi seperti ini adalah perusahaan importir yang melakukan pemasukan barang melalui pelabuhan Priok dengan status importasi LCL. “Kami pengurus GINSI sudah sering mengeluhkan pungli layanan importasi LCL di Priok itu tapi tidak ada perubahan hingga kini,” tuturnya.

Dikatakannya, seharusnya yang melakukan pengawasan tarif tersebut Otoritas Pelabuhan (OP). Tetapi bagaimana mau ngawasin kalau kesepakatan tarif nya sudah tidak berlaku lagi.

GINSI berharap agar tarifya menjadi single billing dan harus ada kesepakatan antara penyedia dan pengguna jasa di pelabuhan. Penyederhanaan sistem tarif atau melalui single billing layanan kargo impor LCL di Priok bisa diterapkan dengan mekanisme operator gudang langsung menagihkan kepada pemilik barang.

Selama ini dalam praktek pungli tersebut, sistem penagihan layanan LCL impor yakni operator gudang yang nagih ke perusahaan forwarder, kemudian forwarder menagih ke pengguna jasa.

Padahal sesuai dengan kesepakatan asosiasi penyedia dan pengguna jasa Pelabuhan Priok pada tahun 2010, komponen biaya LCL cargo impor yang sudah disepakati untuk forwarder charges a.l CFS charges, DO charges, agency charges, dan administrasi.

Adapun biaya local charges untuk layanan LCL kargo impor hanya diberlakukan komponen tarif a.l delivery, mekanis, cargo shifting, surveyor, penumpukan, administrasi, behandle dan surcharges.

Namun, di luar komponen tersebut masih ada pemilik barang impor yang dikutip komponen biaya tambahan seperti devaning atau pecah pos yang mencapai Rp2,13 juta/cbm, biaya lain-lain Rp2,8 juta/dokumen, serta administrasi delivery order (DO) Rp1,45 juta.

Kian liarnya kutipan biaya penanganan kargo impor berstatus LCL di Pelabuhan Tanjung Priok saat ini, diduga lemahnya pengawasan operator dan instansi terkait akibat tidak adanya fasilitas terpadu dalam penanganan layanan jenis kargo impor tersebut. 









#poskotanews/dwi



" Klik! Informasi yang Anda Butuhkan "



"Prakiraan Cuaca Jumat 31 Mei 2024"




"BOFET HARAPAN PERI"

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS