Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Kisah perjalanan para murid ke Emaus adalah sebuah narasi yang kuat tentang pentingnya iman, Kitab Suci, dan realitas Kristus yang telah bangkit. Kisah ini mengingatkan kita bahwa bahkan pada saat-saat keputusasaan dan kebingungan kita yang paling dalam sekalipun, Kristus selalu menyertai, mengajar, membimbing, dan menuntun kita menuju kehidupan kekal.
Perjalanan para murid ke Emaus adalah notification bahwa kita semua sedang dalam perjalanan menuju keselamatan kekal. Kita akan mengalami saat-saat yang penuh dengan rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Tetapi ketika kita berpaling kepada Kristus dan membiarkan Dia untuk membimbing kita, maka kita akan menemukan harapan, sukacita, dan damai sejahtera.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Kisah perjalanan menuju Emaus mengajak kita menyadari kehadiran Kristus dalam hidup kita, terutama lewat perayaan Ekaristi Kudus. Pembukaan (Lukas 24:13-18): kisah awal perjalanan ke Emaus menyingkapkan kelemahan, kerapuhan, luka batin, trauma, persoalan hidup kita, baik di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan.
Atas kelemahan itu kita datang kepada Allah dan bertobat tanpa dikuasai oleh rasa takut akan penghakiman Allah, melainkan karena kita percaya Allah itu Maharahim dan memperhatikan manusia secara istimewa. Pernyataan Tobat (Lukas 24:19-21): fakta bahwa Yesus justru dihukum mati oleh imam-imam kepala membuat kedua murid kesal.
Peristiwa itu membuat mereka frustrasi dan mulai kehilangan pijakan: “Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel. Tetapi sementara itu telah lewat tiga hari, sejak semuanya itu terjadi” (Lukas 24:21). Yesus sungguh mendengarkan keluh kesah murid-murid-Nya itu.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Melalui Liturgi Sabda (Lukas 24:25-27): Kitab Suci menyadarkan kita bahwa Allah mengasihi manusia, bahkan disaat ia jatuh ke dalam dosa (Lukas 24:25). Yesus bahkan sudah mengingatkan para murid-Nya jauh-jauh hari soal kematian dan kebangkitan-Nya (Yoh 12:24). Credo: Setelah tiba di tujuan, kedua murid mengajak “orang asing” itu untuk tinggal bersama dengan mereka.
Kepercayaan mereka mulai tumbuh kepada orang asing itu; dan kepercayaan itu bukan melulu karena usaha mereka, tapi terutama karena rahmat (gratia) Allah. Persembahan roti dan anggur: menjadi lambang persembahan hasil usaha dan hidup manusia seluruhnya. Karena itulah roti-anggur, alih-alih uang yang pertama-tama dibawa ke altar.
Doa Persiapan Persembahan: mengajak umat untuk menyadari dirinya semakin tergerak untuk bersyukur yakni, mengakui kerapuhannya dan tidak mampu hidup tanpa Allah. Karena itu, semoga umat beriman menyerahkan dirinya untuk “dikuasai cinta Allah yang menghidupkan”.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus. Liturgi Ekaristi adalah kenangan penuh syukur atas wafat dan kebangkitan Kristus. Pokok karya keselamatan terjadi ketika Yesus mau tinggal bersama dengan kita, bahkan Dia rela mati dan kebangkitan-Nya dari antara orang mati mengubah kematian sebagai “saat penuh rahmat” dalam menjalani hidup baru bersama Allah.
Doa Syukur Agung (Lukas 24:30-31) adalah sebuah ringkasan gaya hidup Kristus. “Mengambil” menuju kepada Kristus yang dipilih dan diistimewakan oleh Allah. “Mengucap syukur” terkait dengan kesediaan kita untuk mengakui keterbatasan diri kita, lalu kita mengundang Allah untuk hadir dan terlibat aktif mengubah hidup kita.
“Memecah-mecahkan roti” menunjuk bahwa setiap orang yang mengalami dirinya diterima Allah, diistimewakan, dan dicintai oleh-Nya akan tergerak untuk menyerahkan hidupnya sebagai korban bagi kepentingan kerajaan Allah. Pengosongan diri (kenosis) akan melepaskan ambisi kita menjadi orang terkenal, popular, berkuasa, memiliki segala-galanya (bdk. Yesus digoda Iblis; Mat 4:1-11).
Semoga kita semua mampu menemukan harapan, sukacita, dan damai sejahtera dalam pertemuan dengan Kristus.
Pendi Sinurat (Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Sumatera Utara)
No comments:
Post a Comment