Breaking

"BAHAYA MASIH MENGANCAM"
"JANGAN KENDOR! TETAP JALANKAN PROTOKOL KESEHATAN"

Monday, November 1, 2021

Ini Proses Terjadinya Badai Matahari dan Prediksi Puncaknya Menurut Ilmuwan


BENANG
MERAHNEWS.COM
| Badai matahari merupakan salah satu fenomena alam yang berdampak pada kehidupan manusia. Fenomena ini disebut dapat mengakibatkan 'kiamat internet' hingga perubahan iklim di bumi.

Matahari melewati variasi periodik atau siklus aktivitas tinggi dan rendah yang berulang kira-kira setiap 11 tahun. Berdasarkan pengamatan para ilmuwan, siklus tersingkat berlangsung selama 9 tahun. Siklus ini telah diamati selama 14 tahun.

Pada puncak siklus tersebut atau yang dikenal sebagai solar maximum, kutub magnet matahari akan terbalik. Sepanjang jalan, perubahan magnet matahari menghasilkan lebih banyak bintik matahari, lebih banyak energi, dan menyebabkan letusan partikel matahari, melansir NASA.

Matahari akan mengalami berbagai aktivitas, seperti suar matahari, lontaran massa korona, angin Matahari berkecepatan tinggi, dan partikel energi matahari. Semua aktivitas matahari didorong oleh medan magnet Matahari. Aktivitas tersebut mengakibatkan ledakan besar partikel bermuatan atau yang dikenal dengan badai matahari.

Badai matahari terjadi ketika matahari melontarkan semburan energi yang sangat besar dalam bentuk semburan matahari dan lontaran massa korona, lapisan terluar matahari. Fenomena ini mengirimkan aliran muatan listrik dan medan magnet menuju bumi dengan kecepatan sekitar tiga juta mil per jam.

Dampak Badai Matahari
Peneliti Pusat Riset Antariksa, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Johan Muhamad, menjelaskan bahwa badai matahari akan menyebabkan gangguan pada kondisi di atmosfer, khususnya ionosfer maupun geomagnet bumi. Gangguan ini memiliki skala yang berbeda-beda. Fenomena ini juga dapat mengganggu teknologi di luar angkasa.

"Badai matahari juga bisa berpengaruh terhadap teknologi manusia yang ada di luar angkasa misalnya satelit, stasiun luar angkasa, para astronot, dan lain-lain," ucap Johan Muhamad, dilansir pussainsa.sains.lapan.go.id.

Sementara itu, ilmuwan asal University of California Amerika Serikat, Sangeetha Abdu Jyothi, mengatakan bahwa badai matahari yang ekstrem bisa mengakibatkan 'kiamat internet'. Sebagian besar populasi di bumi akan sulit terhubung internet selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Dalam makalah penelitiannya yang berjudul Solar Superstorms: Planning for an Internet Apocalypse, Abdu Jyothi memaparkan, jika badai matahari Super terjadi, maka dapat menimbulkan terjadinya badai geomagnetik di atmosfer bumi. Partikel magnetik yang masuk ke bumi berlangsung dengan kecepatan jutaan kilometer per jam.

Infrastruktur yang ada di bumi juga belum mampu menghadapi badai matahari ekstrem. Menurutnya, kawasan rentan 'kiamat internet' adalah bumi belahan Utara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris. Wilayah tersebut akan kehilangan koneksi internet lebih dulu karena menjadi wilayah paling rentan terhadap badai matahari ekstrem.

Ilmuwan antariksa termasuk ilmuwan iklim mempelajari bagaimana siklus matahari mempengaruhi iklim di bumi. Mereka melihat apakah medan magnet matahari berpengaruh terhadap medan magnet bumi dan mempengaruhi satelit yang berputar di sekitar bumi.

Berdasarkan laporan NASA, mereka menemukan bahwa perubahan jangka pendek dalam radiasi matahari tidak cukup kuat untuk memiliki pengaruh jangka panjang pada iklim bumi. Perubahan berkelanjutan dalam pancaran matahari - yaitu perubahan yang terjadi selama beberapa dekade atau abad - berpotensi memiliki efek pada sistem iklim bumi, itulah sebabnya informasi tersebut disertakan, bersama dengan berbagai pengaruh alam dan manusia lainnya, dalam model iklim.

Para ilmuwan setuju bahwa siklus matahari dan perubahan jangka pendek yang terkait dalam penyinaran tidak dapat menjadi kekuatan utama yang mendorong perubahan iklim bumi. Alasan utamanya, output energi Matahari hanya berubah hingga 0,15% selama siklus. Angka tersebut kurang dari apa yang dibutuhkan untuk memaksa terjadinya perubahan iklim.

Selain itu, para ilmuwan belum dapat menemukan bukti yang meyakinkan bahwa siklus 11 tahun dicerminkan dalam setiap aspek iklim di luar stratosfer, seperti suhu permukaan, curah hujan, atau pola angin.

Prediksi Puncak Badai Matahari
Badai matahari ekstrem yang terjadi dalam seabad terakhir berlangsung pada tahun 1859 dan 1921. Diberitakan detikEdu sebelumnya, badai matahari yang terjadi tahun 1859 juga disebut sebagai 'Carrington Event' yang menyebabkan kabel telegram terbakar, hingga aurora yang biasanya hanya ada di kutub terlihat di Kolombia.

Bahkan, badai matahari yang terbilang kecil juga memiliki dampak yang cukup signifikan. Seperti badai matahari pada Maret 1989 yang membuat Provinsi Quebec di Kanada kehilangan tenaga listrik selama sembilan jam.

LAPAN memprediksi siklus matahari akan mencapai puncak pada tahun 2022. Puncak siklus tersebut memungkinkan aktivitas Matahari semakin meningkat dan memicu terjadinya badai matahari.

"Pada tahun 2022, diperkirakan siklus matahari akan mendekati puncak siklus, sehingga aktivitas matahari kemungkinan akan semakin meningkat. Pada keadaan seperti ini, besar kemungkinan akan terjadi peningkatan frekuensi kemunculan flare dan lontaran massa korona, serta peningkatan kecepatan angin surya di matahari akibat banyaknya aktivitas transien di ,matahari," papar LAPAN dalam Webinar Cuaca Antariksa: Riset, Layanan dan Manfaatnya yang berlangsung secara daring, seperti dikutip dari situs LAPAN
 

Baca Juga

#Gan | LAPAN

No comments:

Post a Comment

" Klik! Informasi yang Anda Butuhkan "



"Prakiraan Cuaca Kamis 18 April 2024"




"BOFET HARAPAN PERI"

SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS