Kairo(Mesir).BM- Pemerintah Mesir telah memutuskan untuk mendeportasi mahasiswa atas nama Zikrillah Syahrul, mahasiswa asal Aceh yang sedang menempuh program master sedang dalam proses penyusunan tesis pada Institute Liga Arab Cairo (2/1). Hal tersebut disebabkan yang bersangkutan saat tiba di Mesir melalui bandara Internasional Cairo ditemukan membawa senjata tajam (sajam) dalam bentuk master card knife sebanyak 20 unit.
Peristiwa terjadi tanggal 29 Desember 2017 di Bandara Internasional Cairo dikala yang bersangkutan tiba dari Indonesia via Abu Dhabi dengan menggunakan maskapai penerbangan Etihad, dan barang sajam yang dibawanya tersebut terdeteksi oleh mesin x-ray, hingga akhirnya ditahan oleh pihak keamanan bandara yang terdiri dari unsur National Security. Berkas perkara yang bersangkutan kemudian dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Heliopolis, Cairo dan dikenakan pasal penyelundupan barang terlarang ke wilayah Mesir dan ancaman hukumannya sekitar 10 (sepuluh) tahun kurungan penjara.
Sejak hari pertama, KBRI telah melakukan pendampingan dan bantuan hukum serta pendekatan kepada lapisan unsur penentu pengambil keputusan dari tingkat Aparat Keamanan, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim, dengan maksud agar yang bersangkutan terhindar dari pasal tindak pidana yang dikenakan. Secara tertulis Pengadilan Negeri Heliopolis membebaskan yang bersangkutan dari pasal tersebut, namun keputusan final masih harus melalui National Security.
Upaya KBRI untuk membebaskan yang bersangkutan terkendala dengan sikap National Security yang menghindar untuk menerima langkah kompromi bahkan pihak National Security nampak akan mengangkat isu lain yaitu ijin tinggal Zikrillah di Mesir yang telah habis masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 2017. Keputusan deportasi telah ditetapkan oleh Pemerintah Mesir dan dijadwalkan yang bersangkutan akan meninggalkan wilayah Mesir dan kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Januari 2018.
Dideportasinya Zikrillah dari Mesir merupakan keputusan yang diambil oleh aparat keamanan Mesir, karena di hari yang sama tanggal 29 Desember 2017 telah terjadi peristiwa penembakan dan pembunuhan oleh sekelompok bersenjata di depan gereja Mar Mina di kota Helwan, Selatan Cairo dan telah menewaskan 12 orang termasuk perwira menengah aparat keamanan Mesir dan jamaah gereja.
Jika kasusnya ini dikembangkan dan dikaitkan dengan peristiwa tersebut oleh aparat keamanan akan menimbulkan masalah yang lebih luas dan berimbas buruk kepada masyarakat Indonesia terutama mahasiswa Indonesia. Tindakan Zikrillah mengakui barang sajam tersebut sebagai milik pribadi dan untuk souvenir telah menutup celah untuk dikembangkan kasusnya.
Dalam pengakuan yang disampaikan oleh Zikrillah kepada KBRI Cairo, sebenarnya barang sajam tersebut adalah milik FNS, salah seorang mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, yang dibeli dari sebuah toko di Surabaya melalui online, dan meminta dibawakan oleh Zikrillah, pada saat yang bersangkutan terbang kembali ke Cairo dari Indonesia. Dalam kaitan ini, KBRI telah memanggil FNS dan yang bersangkutan mengakui semua tindakannya dan bertanggung jawab dan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar ketentuan Mesir dan Indonesia.
Peristiwa terjadi tanggal 29 Desember 2017 di Bandara Internasional Cairo dikala yang bersangkutan tiba dari Indonesia via Abu Dhabi dengan menggunakan maskapai penerbangan Etihad, dan barang sajam yang dibawanya tersebut terdeteksi oleh mesin x-ray, hingga akhirnya ditahan oleh pihak keamanan bandara yang terdiri dari unsur National Security. Berkas perkara yang bersangkutan kemudian dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Heliopolis, Cairo dan dikenakan pasal penyelundupan barang terlarang ke wilayah Mesir dan ancaman hukumannya sekitar 10 (sepuluh) tahun kurungan penjara.
Sejak hari pertama, KBRI telah melakukan pendampingan dan bantuan hukum serta pendekatan kepada lapisan unsur penentu pengambil keputusan dari tingkat Aparat Keamanan, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim, dengan maksud agar yang bersangkutan terhindar dari pasal tindak pidana yang dikenakan. Secara tertulis Pengadilan Negeri Heliopolis membebaskan yang bersangkutan dari pasal tersebut, namun keputusan final masih harus melalui National Security.
Upaya KBRI untuk membebaskan yang bersangkutan terkendala dengan sikap National Security yang menghindar untuk menerima langkah kompromi bahkan pihak National Security nampak akan mengangkat isu lain yaitu ijin tinggal Zikrillah di Mesir yang telah habis masa berlakunya pada tanggal 31 Desember 2017. Keputusan deportasi telah ditetapkan oleh Pemerintah Mesir dan dijadwalkan yang bersangkutan akan meninggalkan wilayah Mesir dan kembali ke Indonesia pada tanggal 3 Januari 2018.
Dideportasinya Zikrillah dari Mesir merupakan keputusan yang diambil oleh aparat keamanan Mesir, karena di hari yang sama tanggal 29 Desember 2017 telah terjadi peristiwa penembakan dan pembunuhan oleh sekelompok bersenjata di depan gereja Mar Mina di kota Helwan, Selatan Cairo dan telah menewaskan 12 orang termasuk perwira menengah aparat keamanan Mesir dan jamaah gereja.
Jika kasusnya ini dikembangkan dan dikaitkan dengan peristiwa tersebut oleh aparat keamanan akan menimbulkan masalah yang lebih luas dan berimbas buruk kepada masyarakat Indonesia terutama mahasiswa Indonesia. Tindakan Zikrillah mengakui barang sajam tersebut sebagai milik pribadi dan untuk souvenir telah menutup celah untuk dikembangkan kasusnya.
Dalam pengakuan yang disampaikan oleh Zikrillah kepada KBRI Cairo, sebenarnya barang sajam tersebut adalah milik FNS, salah seorang mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar, yang dibeli dari sebuah toko di Surabaya melalui online, dan meminta dibawakan oleh Zikrillah, pada saat yang bersangkutan terbang kembali ke Cairo dari Indonesia. Dalam kaitan ini, KBRI telah memanggil FNS dan yang bersangkutan mengakui semua tindakannya dan bertanggung jawab dan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar ketentuan Mesir dan Indonesia.
#Gan/ Puspen Kemlu
No comments:
Post a Comment