“Yo sahassaṁ sahassena, saṅgame mānuse jine. Ekañ ca jeyyam’attānaṁ, sa ve saṅgamajuttamo’ti”. “Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu-ribu pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri”
Bangsa Indonesia sebentar lagi akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-78 kemerdekaan, 17 Agustus 2023. Sebagai bangsa yang besar dan menghormati jasa para pahlawan, masyarakat Indonesia memperingati hari kemerdekaan dengan penuh sukacita, semangat, dan semarak. Mereka menggelar upacara dan berbagai perlombaan.
Merdeka secara harfiah berarti bebas dari belenggu, tekanan. Bebas dari penjajahan atau kekuasaan pihak tertentu yang lebih ditekankan pada kebebasan dari penderitaan fisik dan materi. Namun dalam perspektif filosofis, agama Buddha memandang bahwa kemerdekaan bukan hanya terbebas dari belenggu yang mengikat fisik, namun juga bebas dari belenggu batin dan pikiran.
Kemerdekaan merupakan momentum yang sangat penting bagi bangsa dan negara. Karena itu, sebagai warga bangsa yang besar, kita wajib menghargai jasa-jasa para pahlawan yang telah memperjuangkannya dengan mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya. Sukacita dan eforia kegembiraan dalam perayaan kemerdekaan merupakan salah satu apresiasi yang menunjukkan bahwa kita semua sungguh bahagia hidup di alam yang merdeka. Hidup aman dari gangguan musuh bangsa dan negara.
Namun demikian, sesungguhnya kita masih memiliki musuh abadi yang bersemayam di dalam diri kita masing-masing yang juga harus dikendalikan atau ditaklukkan dengan baik. Musuh yang dimaksud adalah lobha, dosa, dan moha.
Lobha atau keserakahan merupakan musuh batin yang dapat tertampak nyata dalam manifestasi kejahatan korupsi, tindak pidana pencucia uang, penyerobotan, pencurian, dan berbagai kejahatan mengambil apa yang bukan haknya. Korupsi bahkan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (ekstra ordinary) karena dampaknya dapat merusak sendi-sendi persatuan bangsa.
Di sekitaran kita juga masih dijumpai maraknya tawuran antar pelajar, antar pemuda, bahkan antar masyarakat. Penganiayaan, KDRT, dan penghilangan nyawa orang lain, serta wacana-wacana disintegrasi, konten ujaran kebencian, masih mengisi berita-berita televisi dan media online. Semua ini merupakan bukti konkret bahwa batin masyarakat kita masih diliputi dosa (kebencian).
Sementara itu, banyak warga bangsa kita yang kemudian percaya pada hoak akibat dari moha (kebodohan) sehingga kemudian mereka melakukan tindakan, ucapan, dan pemikiran yang merugikan orang lain.
Mengisi kemerdekaan yang paling efektif sekarang ini adalah dengan memerangi tiga musuh batin yang paling utama tersebut. Selain itu, kita dituntut dapat mengembangkan pikiran tidak serakah, dan sebaliknya melatih berderma demi kemaslahatan orang banyak.
Kita juga harus mampu melakukan fanghen atau pattidana. Yaitu, melepaskan makhluk-makhluk yang menderita seperti burung, ikan, dan binatang lain yang terkungkung dalam kandang ke alam bebas, menanam pohon (penghijauan) dan sebagainya. Dengan demikian maka kelestarian flora dan fauna Indonesia akan tetap terpelihara dengan lestari.
Dari semua itu, anak-anak sejak usia belia harus ditanamkan cinta kasih dan kasih sayang kepada sesamanya agar kelak mereka dapat memandang dan memperlakukan orang lain sebagai manusia, saling menghormati dan menghargai meskipun berbeda suku, adat, budaya, bahasa, dan agama. Akses ke dunia pendidikan harus dibuka seluas-luasnya agar setiap warga masyarakat dapat mengenyam pendidikan yang lebih baik dan bermutu sehingga terbebas dari moha (kebodohan).
Semoga momentum kemerdekaan ini dapat dimaknai dengan sebaik-baiknya lebih dari mengalahkan ribuan musuh, namun mampu mengalahkan musuh yang ada di dalam diri masing-masing, yaitu lobha, dosa, dan moha. Selamat memperingati Ulang Tahun ke 78 Republik Indonesia, semoga bangsa Indonesia semakin Jaya. Terus Melaju Untuk Indonesia Maju.
Sujono, S.Ag (Penyuluh Agama Buddha PNS, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat)
No comments:
Post a Comment