Saudara-saudari yang terkasih. Dewasa ini, membicarakan sesuatu yang kecil, biasa, dan sederhana tampaknya menjadi suatu yang kurang greget dan boleh dikata tidak relevan lagi. Kenapa? Hari ini banyak orang menuntut dan meminta hasil yang maksimal dan besar, sehingga hal kecil, sederhana, dan serba biasa menjadi sesuatu yang terdengar aneh untuk dibicarakan dan dihasilkan. Tuntutan terhadap hasil besar inilah yang membuat sebagian besar dari kita lupa bahwa hasil tersebut terjadi melalui proses-proses kecil yang mulai diabaikan.
Saudara-saudari yang terkasih. Dua orang kudus dalam Gereja Katolik, yakni Mother Teresa dari Kalkuta dan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus dikenal dan menjadi kudus karena simple path-nya. Kesederhanaan dan perhatian terhadap hal-hal yang kecil (baca: remeh). Hidup mereka berdua mengajarkan dan menjadi bukti bahwa pekerjaan kecil yang dilakukan dengan cinta yang besar dapat membuat perubahan. Nyatalah bagi kita bahwa hal kecil itu bukan remeh. Sama seperti Kerajaan Allah yang selalu dilukiskan sebagai hal-hal kecil dan sederhana: garam, terang cahaya, benih, dan sebagainya.
Yesus, Guru dan Tuhan yang kita ikuti, telah memberikan teladan kesederhanaan itu sejak awal hidup-Nya. Mulai dari kelahiran-Nya di kandang ternak, menjadi anak seorang tukang kayu, hingga cara kematian-Nya yang dipandang oleh banyak orang sebagai sebuah kehinaan. Yesus yang Maha Memiliki itu melepaskan semua untuk terlahir dalam kandang ternak, bukan dalam sebuah istana, atau menjadi anak penguasa pada zaman-Nya. Dan semuanya itu, hal yang sederhana dan kecil itu, menjadi pewartaan hadirnya Kerajaan Allah.
Saudara-saudari yang terkasih. Peristiwa dalam hidup Yesus atau simple path yang diteladankan oleh Beata “Mother” Teresa dan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus, semoga menjadi inspirasi bagi kita dalam kehidupan sehari-hari. Inspirasi untuk tetap bertekun mengerjakan dengan semangat atau cinta yang besar sesuatu yang tampaknya sederhana. Tak ada hal yang besar terjadi, jika perbuatan yang kecil-kecil diabaikan. Semoga kita kembali sadar bahwa Kerajaan Allah adalah seperti seorang yang menaburkan benih. Benih kecil itu menjadi lambang kebaikan-kebaikan yang ditaburkan. Semua berharap bahwa pada musim tuai, gandumlah yang akan dipanen nanti. Namun demikian, ilalang pun tumbuh di antaranya.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari, kita mendapati yang baik dan yang jahat ada bersama di dekat kita. Penderitaan, perampokan, pembunuhan, pencurian, dan aneka kejahatan masih dijumpai hingga sekarang. Jika dalam kehidupan kita ada yang mendapati ilalang, baiklah sejenak bertanya, “Apakah aku sudah menaburkan benih-benih yang baik? Apakah aku setia melakukan hal kecil untuk hasil yang baik? Atau justru, aku yang sudah menaburkan bibit ilalang itu?” Senyum terbaik, penghiburan bagi yang berduka, sapaan yang tulus, pujian yang selayaknya boleh menjadi bagian hidup kita sebagai perwujudan menaburkan benih-benih Kerajaan Allah. Sederhana bukan? Sesederhana itulah Kerajaan Allah diwartakan di tengah kehidupan.
Suko Pranyoto (Pembimbing Masyarakat Katolik Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur)
No comments:
Post a Comment