JAKARTA.BM- Media Sosial telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam perkembangan teknologi. Diseminasi informasi tidak lagi terpaku pada media konvensional. Kini, pola perilaku masyarakat telah bergeser. Sosial media menjadi sumber penting dalam pencarian Informasi. Dapat dikatakan "social media is the new television".
Hingga akhir tahun 2016, PT Telekomunikasi Indonesia memperkirakan pengguna internet di Indonesia mencapai 136.1 juta dan sebagian besar digunakan untuk beraktivitas di media sosial. Fenomena media sosial telah mengubah cara berkomunikasi di masyarakat menjadi dua arah dan bersifat real time. Media sosial menjadi sebuah budaya, budaya untuk berbagi dan berpartisipasi antar pengguna.
Menyikapi perkembangan dinamika dunia media sosial dan bagaimana media sosial dapat berperan penting dalam kesuksesan strategi diplomasi, Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Edelman mengadakan lokakarya media sosial bagi para diplomat Indonesia, di kantor Kemlu, Jakarta (10/8).
"Lokakarya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para diplomat guna memaksimalkan penggunaan media sosial terutama dalam mendukung strategi diplomasi Indonesia," tutur Fikry Cassidy, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral, Kemlu.
Banyaknya platform media sosial menjadi sebuah peluang dan tantangan dalam membangun strategi digital. Saat ini, lanjutnya, Facebook menjadi platform media sosial yang paling populer di dunia, digunakan oleh lebih dari 2 milyar orang, popularitas Facebook disusul oleh Youtube, WhatsApp, Messenger, Instagram, Twitter dan WeChat.
"Konten yang dibuat harus disesuaikan dengan target khalayak agar pesan dapat tersampaikan secara efektif," pungkasnya.
Maraknya fake news / hoax di era digital menjadi tantangan terbesar yang dihadapi para pengguna media sosial. Akun Pemerintah harus membangun reputasi sebagai sumber yang terpercaya dan menjadi referensi yang valid bagi informasi yang beredar di publik.
Untuk itu pengelolaan konten yang baik menjadi kunci, konten yang dikemas dengan baik melalui penyusunan agenda setting dapat digunakan untuk melawan hoax.
Dalam dunia pemerintahan sendiri, tercatat sebanyak 87% dari 193 negara anggota PBB memiliki akun media sosial, baik akun yang mengatasnamakan Negara/Pemerintah maupun Pemimpin Negara. Hal ini menunjukan bahwa sosial media memiliki peranan penting dalam diplomasi publik.
Keikutsertaan para akun Pemerintah dan/atau Pemimpin Negara ini memberikan 'wajah' terhadap kebijakan (foreign policy, public policy) dan praktek dari diplomasi digital yang dijalankan Negara tersebut. Adanya 'wajah' dalam kebijakan Pemerintah akan membuat publik merasa familiar dan perlahan membangun kepercayaan dan loyalitas.
Hingga akhir tahun 2016, PT Telekomunikasi Indonesia memperkirakan pengguna internet di Indonesia mencapai 136.1 juta dan sebagian besar digunakan untuk beraktivitas di media sosial. Fenomena media sosial telah mengubah cara berkomunikasi di masyarakat menjadi dua arah dan bersifat real time. Media sosial menjadi sebuah budaya, budaya untuk berbagi dan berpartisipasi antar pengguna.
Menyikapi perkembangan dinamika dunia media sosial dan bagaimana media sosial dapat berperan penting dalam kesuksesan strategi diplomasi, Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Edelman mengadakan lokakarya media sosial bagi para diplomat Indonesia, di kantor Kemlu, Jakarta (10/8).
"Lokakarya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para diplomat guna memaksimalkan penggunaan media sosial terutama dalam mendukung strategi diplomasi Indonesia," tutur Fikry Cassidy, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral, Kemlu.
Banyaknya platform media sosial menjadi sebuah peluang dan tantangan dalam membangun strategi digital. Saat ini, lanjutnya, Facebook menjadi platform media sosial yang paling populer di dunia, digunakan oleh lebih dari 2 milyar orang, popularitas Facebook disusul oleh Youtube, WhatsApp, Messenger, Instagram, Twitter dan WeChat.
"Konten yang dibuat harus disesuaikan dengan target khalayak agar pesan dapat tersampaikan secara efektif," pungkasnya.
Maraknya fake news / hoax di era digital menjadi tantangan terbesar yang dihadapi para pengguna media sosial. Akun Pemerintah harus membangun reputasi sebagai sumber yang terpercaya dan menjadi referensi yang valid bagi informasi yang beredar di publik.
Untuk itu pengelolaan konten yang baik menjadi kunci, konten yang dikemas dengan baik melalui penyusunan agenda setting dapat digunakan untuk melawan hoax.
Dalam dunia pemerintahan sendiri, tercatat sebanyak 87% dari 193 negara anggota PBB memiliki akun media sosial, baik akun yang mengatasnamakan Negara/Pemerintah maupun Pemimpin Negara. Hal ini menunjukan bahwa sosial media memiliki peranan penting dalam diplomasi publik.
Keikutsertaan para akun Pemerintah dan/atau Pemimpin Negara ini memberikan 'wajah' terhadap kebijakan (foreign policy, public policy) dan praktek dari diplomasi digital yang dijalankan Negara tersebut. Adanya 'wajah' dalam kebijakan Pemerintah akan membuat publik merasa familiar dan perlahan membangun kepercayaan dan loyalitas.
No comments:
Post a Comment