Suasana konpers di gedung BPS JL. Khatib Sulaiman No. 48, Padang, Ruang Vicon Gedung 1 lantai 2, Selasa Siang (01/10/2019). (foto; doc) |
Padang(SUMBAR).BM- "Pada bulan September 2019 kota Padang mengalami deflasi sebesar 0,95 persen dan kota Bukittinggi mengalami deflasi sebesar 1,10 persen. Laju inflasi tahun kalender sampai bulan September 2019 Kota Padang dan Kota Bukittinggi masing-masing sebesar 2,34 persen dan 1,40 persen. Laju inflasi year on year Kota Padang sebesar 3,52 persen, dan Kota Bukittinggi sebesar 3,60 persen," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar, Dr. Ir. Sukardi, M.Si di gedung BPS JL. Khatib Sulaiman No. 48, Padang, Ruang Vicon Gedung 1 lantai 2, Selasa Siang (01/10/2019).
Lanjut Sukardi, Deflasi di Kota Padang terjadi karena adanya penurunan harga pada 2 (dua) kelompok dari 7 (tujuh) kelompok pengeluaran yakni: kelompok bahan makanan sebesar 3,95 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,40 persen. Sementara kelompok lainnya mengalami kenaikan harga yakni: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,13 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,14 persen; kelompok sandang sebesar 0,63 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,02 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,46 persen.
Sedangkan, Di Kota Bukittinggi, deflasi terjadi karena penurunan harga pada 2 (dua) kelompok dari 7 (tujuh) kelompok pengeluaran yakni: kelompok bahan makanan sebesar 4,57 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,32 persen. Sedangkan kelompok lainnya mengalami kenaikan harga yakni: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,14 persen; kelompok sandang sebesar 0,92 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,59 persen; dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,01 persen.
Komoditas penentu Inflasi dan Deflasi, Sukardi menjelaskan "Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan September 2019 di Kota Padang antara lain; angkutan udara; emas perhiasan; sepeda motor; daging ayam ras; kentang; air kemasan; cumi-cumi; sewa rumah; cabai hijau; jengkol; dan beberapa komoditi lainnya. Komoditas yang mengalami peningkatan harga di Kota Bukittinggi adalah emas perhiasan; kentang; biaya akademi/perguruan tinggi; belut; rokok kretek filter; sandal kulit; biaya Sekolah Menengah Pertama; salak; sepatu; daging ayam ras; dan beberapa komoditi lainnya," jelasnya.
Andil Kelompok Pengeluaran pada Inflasi/Deflasi di Kota Padang pada bulan September 2019. Sukardi menjabarkan, "Deflasi di Kota Padang pada bulan September 2019 disebabkan adanya andil/sumbangan deflasi pada 2 (dua) kelompok pengeluaran yakni: kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar -1,08 persen; dan kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar -0,03 persen. Sedangkan 5 (lima) kelompok lainnya memiliki andil inflasi yakni: kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,02 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,03 persen; kelompok sandang sebesar 0,04 persen; kelompok transpor, komunikasi, dan keuangan sebesar 0,08 persen; dan kelompok kesehatan yang hampir mendekati 0,00 persen.
Di Kota Bukittinggi pada bulan September 2019, 2 (dua) dari 7 (tujuh) kelompok pengeluaran memberikan andil/sumbangan deflasi yaitu: kelompok bahan makanan sebesar -1,17 persen dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar -0,07 persen. Sedangkan kelompok lainnya memberikan andil inflasi dengan rincian: kelompok sandang sebesar 0,07 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,04 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,03 persen; kelompok kesehatan dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang masing-masing mendekati 0,00 persen, " jelas Sukardi.
Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan salah satu indikator ekonomi
penting yang dapat memberikan informasi mengenai perkembangan harga
barang/jasa yang dibayar oleh konsumen. Penghitungan IHK ditujukan untuk
mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang/jasa yang pada
umumnya dikonsumsi oleh masyarakat. Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan
(deflasi) dari barang/jasa mempunyai kaitan yang erat sekali dengan
kemampuan daya beli yang dimiliki masyarakat, terutama mereka yang
berpenghasilan tetap. Tingkat perubahan IHK (inflasi/deflasi) yang
terjadi akan mencerminkan daya beli dari uang yang dipakai masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semakin tinggi inflasi maka
semakin rendah nilai uang dan semakin rendah daya belinya.
Sukardi katakan, "Pada bulan September 2019, dari 82 kota IHK yang ada, 12 (dua belas) kota mengalami inflasi dan 70 (tujuh puluh) kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Meulaboh sebesar 0,91 persen dan inflasi terendah terjadi di Kota Watampone dan Kota Palopo sebesar 0,01 persen. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 1,94 persen dan deflasi terendah terjadi di Kota Surabaya sebesar 0,02 persen. Kota Padang dan Kota Bukittinggi menduduki urutan ke 9 (sembilan) dan ke 5 (lima) dari 70 (tujuh puluh) kota yang mengalami deflasi," katanya
"Dari 23 kota IHK di pulau Sumatera pada bulan September 2019, sebanyak 4 (empat) kota mengalami inflasi dan 19 (sembilan belas) kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Meulaboh sebesar 0,91 persen dan terendah di Kota Pangkal Pinang sebesar 0,09 persen. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Kota Sibolga sebesar 1,94 persen dan terendah terjadi di Kota Tanjung Pinang sebesar 0,11 persen. Kota Padang dan Kota Bukittinggi menduduki posisi ke 5 (lima) dan 4 (empat) dari 19 (sembilan belas) kota yang mengalami deflasi di Pulau Sumatera," pungkasnya.
Baca Juga
# Gan
No comments:
Post a Comment